Rabu, 27 Februari 2013

KECERDIKAN YANG DIANGGAP BODOH

Kecerdikan Yang Dianggap Bodoh

Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.

Tukang cukur berkata, "Itu Bejo, dia anak paling bodoh di dunia"
"Apa iya?" jawab pengusaha

Lalu tukang cukur memanggil si Bejo, ia lalu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu menyuruh Bejo memilih, "Bejo, kamu boleh pilih & ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!"

Bejo melihat ke tangan Tukang cukur dimana ada uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil uang Rp. 500.

Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata, "Benar kan yang saya katakan tadi, Bejo itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil."

Setelah sang pengusaha selesai memotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Bejo. Karena merasa penasaran dengan apa yang dia lihat sebelumnya, dia pun memanggil Bejo lalu bertanya, "Bejo, tadi saya melihat sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang yang Rp. 500, kenapa tak ambil yang Rp. 1000, nilainya kan lebih besar 2 kali lipat dari yang Rp. 500?"

Bejo pun berkata, "Saya tidak akan dapat lagi Rp. 500 setiap hari, karena tukang cukur itu selalu penasaran kenapa saya tidak ambil yang seribu. Kalau saya ambil yang Rp. 1000, berarti permainannya akan selesai..."

PESAN MORAL:
Banyak orang yang merasa lebih pintar dibandingkan orang lain, sehingga mereka sering menganggap remeh orang lain. Ukuran kepintaran seseorang hanya TUHAN yang mengetahuinya. ALANGKAH BIJAKSANANYA JIKA KITA TIDAK MENGANGGAP DIRI SENDIRI LEBIH PINTAR DARI ORANG LAIN.

Jumat, 22 Februari 2013

AYAT-AYAT CINTA


Libasullakum…Libasullahunna…Libasullanaaa

“…Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mareka…” (Qur’an Surat Al-Baqoroh: 187)

Indah ya….? Alloh mengumpamakan fungsi pasangan suami istri sebagai pakaian. Kenapa pakaian? Kenapa bukan kendaraan atau rumah atau analogi yang lain? Apa sih fungsi pakaian itu? Jawaban pertama yang mungkin akan terlontar dari mulut kita adalah pakaian berfungsi menutup aurot, sesuatu yang tidak boleh dilihat oleh yang bukan mahromnya. Pakaian juga membuat kita merasa nyaman, terlindung dari sengatan panas matahari, dinginnya angin dan hujan serta gigitan nyamuk.

Pakaian juga bisa menjadi identitas diri.

Karena ada pakaian dinas, ada pakaian tidur, ada pakaian santai, dan pakaian-pakaian lain yang bisa menunjukkan apa yang sedang atau yang akan kita lakukan. Tidak sepantasnya pergi ke kantor menggunakan pakaian tidur, begitu juga sebaliknya. Pakaian adalah identitas diri kita.
Suami istri pun juga begitu. Dialah yang bertanggungjawab terhadap kehormatan diri kita, yang paling kita percaya untuk menjaga sesuatu yang paling pribadi dari milik kita. Hanya kepadanya kita bisa mempercayakan seluruh detail penciptaan ini, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dia yang akan menjaga kita dari deraan “panas dan angin” lingkungan luar. Yang (diharapkan) dapat menjadi penguat langkah kita untuk sekedar bertahan dan selebihnya menjadi lebih baik dan menjadi lebih mermanfaat untuk sesama. Dia pula yang akan menjadi salah satu poin penilaian orang terhadap kita. Dengan melihat pasangan kita, orang lain akan sedikit banyak bisa membaca diri kita, identitas kita.

Yup…kita memang bukan ingin mencari pakaian yang indah, mewah, mahal harganya, rancangan designer terkenal, tapi tidak nyaman ketika kita pakai.
Sedikit kesempitan, atau kedodoran, warnanya tidak matcing dengan warna kulit kita, atau ternyata bukan pakaian seperti itu selera kita. Akan lebih baik,
jika kita mencari pakaian yang sesuai dengan pribadi kita, sehingga kita bisa nyaman memakainya. Meski tidak mahal, tidak ber-merk dan bukan rancangan designer terkenal…tapi saat kita memakainya akan merasa comfort dan tidak terbebani.

Jumat, 28 Desember 2012

BERHENTI JADI WANITA KARIR


Sore itu sembari menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar. Kulihat seseorang yang berpakaian rapi, berjilbab dan tertutup sedang duduk disamping masjid. Kelihatannya ia sedang menunggu seseorang juga. Aku mencoba menegurnya dan duduk disampingnya, mengucapkan salam, sembari berkenalan.

Dan akhirnya pembicaraan sampai pula pada pertanyaan itu. “Anti sudah menikah?”.

“Belum ”, jawabku datar.
Kemudian wanita berjubah panjang (Akhwat) itu bertanya lagi “kenapa?”
Pertanyaan yang hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin kujawab karena masih hendak melanjutkan pendidikan, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“Menunggu suami” jawabnya pendek.
Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja di mana?”
Entah keyakinan apa yang membuatku demikian yakin jika mbak ini memang seorang wanita pekerja, padahal setahu ku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
“Kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah PINTU AWAL kita wanita karir yang bisa membuat kita lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Saudariku, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah hanya ingin didatangi oleh laki-laki yang baik-baik dan sholeh saja.
“Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Kamu tahu kenapa ?
Waktu itu jam 7 malam, suami saya menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Setibanya dirumah, mungkin hanya istirahat yang terlintas dibenak kami wanita karir. Ya, Saya akui saya sungguh capek sekali ukhty. Dan kebetulan saat itu suami juga bilang jika dia masuk angin dan kepalanya pusing. Celakanya rasa pusing itu juga menyerang saya. Berbeda dengan saya, suami saya hanya minta diambilkan air putih untuk minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah !!”.
Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya.
Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya (kami memang berkomitmen untuk tidak memiliki khodimah)? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi demam, tinggi sekali panasnya. Saya teringat perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air putih saja saya membantahnya. Air mata ini menetes, air mata karena telah melupakan hak-hak suami saya.”
Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yang di usapnya.
“Kamu tahu berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700 rb/bulan. Sepersepuluh dari gaji saya sebulan. Malam itu saya benar-benar merasa sangat durhaka pada suami saya.
Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Setiap kali memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata “Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho”, begitulah katanya. Saat itu saya baru merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong dan durhaka pada nafkah yang diberikan suami saya, dan saya yakin hampir tidak ada wanita karir yang selamat dari fitnah ini”
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu sering begitu susah jika tanpa harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya" Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.
“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya justru tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Sesuai dugaan saya, mereka malah membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan yang lain.”
Aku masih terdiam, bisu mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
“Kak, bukankah kita harus memikirkan masa depan ? Kita kerja juga kan untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini mahal. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah.
Salah kakak juga sih, kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali mengalir, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.
“anti tau, saya hanya bisa menangis saat itu. Saya menangis bukan karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, Demi Allah bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya sudah DIPANDANG RENDAH olehnya.
Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya ?
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan ?
Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah di hadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan ?
Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya.
Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya.
Saya berharap dengan begitu saya tak lagi membantah perintah suami saya. Mudah-mudahan saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga dengan pekerjaan suami saya ukhty, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan seperti itu.
Disaat kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tetapi suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.
Suatu saat jika anti mendapatkan suami seperti suami saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya, bergegas ingin meninggalkanku.
Kulihat dari kejauhan seorang laki-laki dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, wanita itu meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.
Ya Allah….
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling berkesan dalam hidupku. Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..Subhanallah..Walhamdulillah..Wa Laa ilaaha illallah...Allahu Akbar
Semoga pekerjaan, harta dan kekayaan tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agamanya..

Rabu, 12 Desember 2012

SUAMIKU MENYAKITI HATIKU

Suatu hari sepasang suami istri berjalan di pinggir pantai, lalu kemudian terjadi perselisihan ringan, tpi krn perselisihan itu si suami sampai menghardik istrinya dengan keras...
Istrinya terdiam dng berlinang air mtanya...
Sesaat kemudian, si istri menulis di atas pasir, SUAMIKU TELAH MENYAKITI HATIKU...

Krn sedang berselisih mereka berjalan agak berjauhan, krn berjalan aga ketengah, si istri terseret ombak ke tengah, dia gelagapan tenggelam sampai pingsan...

Begitu siuman dia memeluk suaminya, lalu dia menulis diatas batu, SUAMIKU TELAH MENYELAMATKAN NYAWAKU...

Sisuami penasaran dan bertanya kpd istrinya, knp ktika tadi q menyakiti dinda menulisnya diatas pasir, dan ketika q menyelamatkn dinda menulisnya diatas batu ?
Kata istrinya : ktika kanda menyakiti, dinda tuliskan diatas pasir, biar Ombak pemaaf dan angin kasih sayang yng akan menghapusnya, tpi ketika kanda menyelamatkn dinda, itu sengaja ditulis diatas batu, biar tdk akan hilang oleh deburan ombak dan tidak akan terhapus oleh hembusan angin ....

MELURUSKAN SEJARAH


USIA PERNIKAHAN UMMUL MUKMININ AISYAH RA. (BELIAU MENIKAH DENGAN ROSULULLOH SAW MENIKAH PADA USIA 19 ATAU 20 TAHUN BUKAN USIA 7 ATAU 9 TAHUN)
Dan berikut adalah keterangan -keterangan tentang usia Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu Anhu saat menikah dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.  Hisyam bin ‘Urwah adalah satu-satunya perawi yang meriwayatkan usia Aisyah saat menikah dengan Nabi dan Hisyam sudah lanjut usia sedang ingatannya mulai melemah saat pindah ke Irak dan pada saat itulah ia meriwayatkan hadist tersebut. Berikut rinciannya :
‘Aisyah dalam bahasa Arab yang memiliki arti “Hidup dan Sehat”.[2] Variasi nama dari ‘Aisyah adalah ‘Aisya, yang  juga memiliki makna yang sama.
Setelah Aisyah mulai beranjak dewasa Ayah Aisyah, Abu Bakar merasa Aisyah sudah cukup umur untuk menikah, karenanya Aisyah akan dinikahkan dengan Jubayr bin Mut’im, tetapi pernikahan tersebut tidak terjadi disebabkan Ayah Jubair, Mut‘im bin ‘Adi menolak aisyah dikarenakan Abu Bakar telah masuk Islam pada saat itu. Istri Mut’im bin Adi mengatakan tidak mau keluarganya mempunyai hubungan dengan para muslim, yang dapat menyebabkan Jubair menjadi seorang Muslim.
Aisyah adalah satu-satunya istri nabi Muhammad yang masih gadis pada saat dinikahi. Aisyah dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan di Mekkah sebelum Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Nabi Muhammad menikah dengan Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu Bakar dengan maskawin 400 dirham.
Hadits mengenai umur Aisyah tatkala dinikahkan adalah problematis. Hisyam bin ‘Urwah adalah satu-satunya yang mengabarkan tentang umur pernikahan Aisyah, yang didengarnya dari ayahnya. Bahkan Abu Hurairah ataupun Malik bin Anas tidak pernah mengabarkannya. Beberapa riwayat yang termaktub dalam buku-buku hadits berasal hanya dari Hisyam sendiri, dan hadits ini dianggap dhaif.  Hisyam mengutarakan hadits tentang usia Aisyah menikah dengan nabi Muhammad tersebut tatkala telah bermukim di Irak, dan ia pindah ke negeri itu dalam umur 71 tahun.
Mengenai hal ini Ya’qub bin Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Irak.” Ibnu Syaibah menambahkan bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Irak. Dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi hadits, tersebut bahwa saat Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun.
Kita tentu mengetahui bahwasanya didalam islam jelas2 tidak boleh menikahkan wanita yang belum pada masa haid, karenanya dan tidak mungkin bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menikah dengan Aisyah sedang Aisyah belum beroleh masa haid. Untuk itu mari kita kaji lebih jauh..
Al-Qur’an sebagai sumber utama ummat Islam juga kontradiktif dengan hadist hisham ini, iika kita pelajari asbabun nuzulnya,  surat Al Qamar diturunkan pada 8 tahun sebelum hijriah yaitu tahun 614M. dalam surah itu diriwayatkan Aisyah adalah seorang gadis muda/Jariah(bahasa arabnya). sedangkan menurut Hisham, tahun 623M, aisyah berumur 9 tahun dan berumahtangga dengan nabi.. berarti aisyah lahir pada tahun 614M. Namun logikanya bagaimana dalam asbabun nuzulnya Alquran mengatakan aisyah adalah seorang gadis muda, sedangkan  menurut Hisham aisyah baru lahir pada tahun 614M ?? Asbabun nuzul surat Quran ini juga dikuatkan oleh hadist lain seperti Hadist Bukhori yang dalam hal ini yang tidak kontra dengan AlQuran.
Sehubungan dengan Surah Al Qamar tersebut yang diriwayatkan oleh Bukari didalam Kitab Tafsir nya:” Siti Aisyah (ra) mengatakan ” Aku adalah seorang gadis” ketika surah Al Qamar – Surah 54 diturunkan. “Mengikut sejarah surah Al Qamar diturunkan pada tahun 613 Masehi. ( 9 tahun sebelum Hijrah). Ini menunjukkan bahawa Siti Aisyah lahir sebelum kedatangan Islam, yaitu sebelum tahun 610 Masehi. Jika Siti Aisyah lahir sebelum 610 Masehi maka umur beliau menikah dengan Nabi Muhammad saw pada 623 Masehi adalah berusia serendah-rendahnya 14 tahun,
Dalam hadist lainnya, diriwayatkan oleh Ahmad ibn hambali :
“khaulah mengatakan pada nabi untuk menikah lagi dengan seorang “bikr” atau “thayib”.. ketika Nabi menanyakan tentang bikr, maka Khaulah menyebutkan nama aisyah.  jadi dapat diambil kesimpulan aisyah adalah gadis yang sudah mendapat haid saat menikah dengan Nabi.
Dalam Perang Uhud
Umur Siti Aisyah dalam perang Uhud yang terjadi pada 15 Shawal, tahun 3 Hijrah bersamaan bulan Maret tahun 625 Masehi Iman Bukari mengatakan didalam kitab nya : Kitabu’l-jihad wa’l-siyar,Arabic, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinna ma`a’lrijal.”Diriwayatkan oleh Anas: Pada hari perang Uhud…..Aku melihat Siti Aisyah (ra) dan Ummu Sulaim, mereka menyinsingkan kainnya untuk memudahkan mereka bergerak.”Rasulullah saw mengenakan syarat yang ketat bagi mereka yang hendak mengikut peperangan Badar, Uhud dan Khandaq. Mereka mesti berumur 15 tahun ke atas. Sesiapa yang berumur dibawah 15 tahun, maka tidak dibenarkan turut serta dalam peperangan Badar, Uhud dan Khandaq.
Dan masih dalam riwayat Bukari didalam kitab nya: Kitabu’l-maghazi, Bab ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b,” Ibnu Umar (ra) mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak membenarkan Aisyah untuk mengikuti peperangan Uhud kerana ketika itu Aisyah masih berumur 14 tahun. Tetapi di waktu peperangan Khandaq, Rasulullah membenarkan Aisyah ikut berperang sebab umur Aisyah sudah 15 tahun. jika ditukir dalam sejarah, saat Siti Aisyah ikut serta didalam peperangan Badar dan Uhud yang artinya dalam peperangan tersebut umur beliau adalah 15 tahun ke atas.  dan berdasarkan riwayat dari Bukari ini jelas menunjukkan;
1. Siti Aisyah mengikuti peperangan Uhud dan umur beliau sudah menjangkau 15 tahun.
2. Jika umur Aisyah pada 625 Masehi ( 3 Hijrah) ialah 15 tahun maka Siti Aisyah dilahirkan pada 610
Menurut Tabari, keempat anak Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh istrinya pada zaman Jahiliyah, artinya sebelum 610 M.[3] Apabila Aisyah dinikahkan sebelum 620 M, maka ia dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami-istri dengan Nabi Muhammad dalam umur di atas 13 tahun. Menurut Abd alRahman bin Abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari Aisyah.”[4] Menurut Ibnu Hajar al-’Asqalani, Asmah hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah.[5] Apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga Aisyah berumur (27 atau 28) – 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah. Itu berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Muhammad pada waktu berumur 19 atau 20 tahun.
Note :
“bikr” itu adalah bahasa arab bagi wanita yang masih gadis tetapi sudah masa haid
 ”thayib” adalah bahasa arab bagi wanita yang sudah menjanda
“Jariah” adalah bahasa arab bagi gadis yg belum masa haid
Disadur dari berbagai Sumber

Senin, 26 November 2012

SEMANGKUK MIE PANAS


Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" " Ya, tetapi, aku tdk membawa uang" jawab Ana dengan malu-malu  "Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang."Ada apa nona?" Tanya si pemilik kedai."tidak apa-apa" aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! ,tetapi,?  ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah" "Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri"  katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya"
Ana, terhenyak mendengar hal tsb. "Mengapa aku tdk berpikir ttg hal tsb? Utk semangkuk bakmi dr org yg baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg hrs diucapkan kpd ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang". Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd org lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup Kita.
RENUNGAN:
Bagaimanapun Kita Tidak Boleh Melupakan Jasa Orang Tua kita. Seringkali kita menganggap mereka merupakan suatu proses alami yang biasa saja.Tetapi kasih dan kepedulian orang tua kita adalah hadiah paling berharga yang diberikan kepada kita sejak lahir. Pikirkanlah hal itu !!! Apakah kita mau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita?????????
Atau qta lebih memilih menghargai dan menuruti orang lain (kekasih qta) yang hanya knal ktika qta sudah besar ???????

Selasa, 13 November 2012

BERHENTI JADI GELAS

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnyabelakangan ini selalu tampak murung."Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuktersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sang murid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaangurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kataSang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit." Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum airasin."Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru."Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan."Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan gurunya, begitu pikirnya."Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambilmencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanyakepadanya, "Bagaimana rasanya?""Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya."Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?""Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas."Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurangdan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."Si murid terdiam, mendengarkan."Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangattergantung dari besarnya 'qalbu' (hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau."